Analisis Puisi Sajak Anak Muda WS Rendra



Puisi   :  Sajak Anak Muda
Karya  :  WS Rendra

oleh : Agnes Maya, Labib Muhammad Majdi, Ken Ridlo T.
SMAN 1 KEDIRI
2017/2018


Diksi
            Puisi ini memiliki banyak diksi yang digunakan untuk menggambarkan rasa kekecewaan dan amarah penulis terhadap sistem dan penerapan pendidikan di Indonesia. Terdapat lambang maupun diksi kias pada puisi ini. Contoh dari diksinya seperti:
a.    Gelap, pada larik “Gelap. Pandanganku gelap.”
            Maksud dari gelap di sini melambangkan keadaan yang sesat, bukan gelap sebenarnya.
b.    Puisi ganja, pada larik “Lebih enak kita lari ke dalam puisi ganja.”
            Puisi di sini bukan berarti suatu karya sastra, tetapi melambangkan buaian, indah. Sedangkan ganja memiliki arti selain benar-benar ganja, juga sebagai pelarian dari dunia.
c.     Bulan, pada larik “akan terlihat sebagai bulan.”
            Bulan pada larik ini melambangkan keindahan, berseri-seri.
d.    Bendera upacara, pada larik “dianggap sebagai bendera-bendera upacara,”
            Bendera upacara melambangkan orang-orang yang dihormati.
e.    Gagap, pada larik “Kita adalah angkatan gagap”
            Gagap pada larik ini memiliki makna kias yaitu kebodohan, dibungkam, ketidakberanian.
f.      Penjara Kabut
            Simbol dari hati dan pikiran yang terkurung dalam sebah kesusahan.
g.    Luput
            Berkonotasi menyakiti, keganasan, dan menggila.


Kata Konkret
            Untuk menimbulkan imaji, puisi ini menggunakan cukup banyak kata konkret. Kata konkret yang digunakan bertujuan untuk membuat pembaca merasakan amarah penulis yang tidak konkret. Di antaranya adalah
a.    Benalu, pada larik “tanpa kegunaan – menjadi benalu di dahan.”
            Benalu menkonkretkan manusia yang tidak mau berusaha, hanya bisa meminta saja tanpa mau berusaha.
b.    Bulan, pada larik “akan terlihat sebagai bulan.”
            Bulan menkonkretkan wajah manusia yang berseri-seri.
c.     Bendera upacara, pada larik “dianggap sebagai bendera-bendera upacara,”
            Bendera upacara menkonkretkan orang yang selalu dihormati sekaigus juga mengkonkretkan para petinggi hokum yang merupakan penegak atau ambang dari Indonesia sebagai negara hukum.
d.    Bunga plastik, pada larik “Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi dianggap bunga plastik,”
            Bunga plastik menkonkretkan orang yang pekerjaannya tidak ada, hanya sebagai hiasan, sedangkan sebenarnya terjadi banyak masalah dalam bidangnya. Selain itu, bunga plastik juga menggambarkan kebobrokan yang ditutup-tutupi sehingga terlihat sempurna.
e.    Penjara kabut, pada larik “Kita berada dalam penjara kabut yang memabukkan.”
            Penjara kabut menkonkretkan belenggu tidak terlihat yang menerangkap kita dalam kebodohan.
f.      Gelap, pada larik “Gelap, paandanganku gelap”
            Penkonkretan dari kondisi yang berada dalam kebodohn yang dialami oleh para pemuda Indonesiaadapun yang dimaksud adalah kebodohan dalam praktik sosial dan moral.
Imaji
            Seperti puisi lain, puisi “Sajak Anak Muda” juga menggunakan kalimat imaji agar pembaca seolah-olah berada dalam puii tersebut. Imaji dalam puisi ini seperti:
a.    Imaji visual, seperti “Kita melihat kabur pribadi orang.”
b.    Imaji gerak, seperti “Kita memukul dan mencakar ke arah udara.”
c.     Imaji perasaan, seperti
“Kita marah pada diri sendiri, kita sebal terhadap masa depan.”
“Kita berada di dalam penjara kabut yag memabukan
d.    Imaji auditif, seperti “Kita adalah angkatan gagap 

Majas
            Majas pada puisi ini mewakili rasa sesal penulis terhadap pendidikan. Contohnya seperti:
a.    “yang diperanakkan oleh angkatan takabur.”
            Merupakan majas sarkasme. Artinya mengejek generasi tua, atau yang memimpin Indonesia saat ini sebagai golongan yang sombong.
b.    “dan industri mereka berjalan tanpa henti.”
            Merupakan majas personifikasi. Artinya industri di dunia barat sudah terus berkembang, tidak seperti di Indonesia.
c.     “tanpa kegunaan – menjadi benalu di dahan.”
            Merupakan majas metafora. Artinya generasi saat ini, yang akan menjadi penerus bangsa ternyata berkembang menjadi generasi yang tidak berguna, hanya bisa merepotkan orang lain.
d.    “wajah berdarah akan terlihat sebagai bulan.”
            Merupakan majas simile. Artinya orang yang sengsara pun oleh orang yang bodoh, mabuk, akan terlihat seperti orang yang berseri-seri, sehingga Indonesia tidak peka terhadap membantu sesama.
e.    “Ia diam tidak bicara,”
            Merupakan majas pleonasme. Artinya orang-orang saat ini, khususnya dokter, hanya dapat diam ketika terjadi sengketa politik, tidak ada yang turut membantu prosesnya.

Tipografi
            Puisi karya WS Rendra ini ditulis dengan ejaan yang lengkap disertai tanda baca yang lengkap pula. Adapun makna-maknanya adalah:
a.    Tanda seru (!) mengungkapkan rasa marah, sebal, dan gejolak emosi.
b.    Tanda tanya (?) menunjukkan kegundahan hati.
c.     Bait yang menjorok sebagian tanpa pola yang jelas menunjukkan keberantakan pendidikan Indonesia.
d.    Tanda (-) menunjukkan kesatuan pada “tanpa kegunaan” dan “menjadi benalu di dahan.”
e.    Ejaan yang sesuai EYD menunjukkan dasar pendidikan kita yaitu kepatuhan.

Rima
            Rima pada puisi ini kebanyakan rima patah (a-a-a-b atau b-a-a-a). Rima seperti ini melambangkan kesemrawutan pendidikan. Adapun pengucapan pada rima patah terkesan tegas, berapi-api, terutama di bagian patahnya. Pada akhir bait banyak mengguanakn a, i, u (rima ringan)

Tema
            Melihat begitu banyaknya diksi, kata konkret, majas, serta imaji yang berisi kritikan, rasa sesal penulis terhadap pendidikan di Indonesia, ditambah pesan-pesan tersembunyi di balik tipografi dan rima, kami menyimpulkan tema puisi ini “Kritik Sosial terhadap Pendidikan”

Amanat
            Amanat yang kita peroleh dari puisi ini adalah pemuda dan anak muda harus bisa bangkit dalam keterpurukan dan kebodohan, pendidikan Indonesia harus mengasah keterampilan bukan hanya teori.

Nada
            Nada pada puisi ini adalah semangat, berapi-api, nada protes dengan suara yang tinggi. Hal ini dibuktikan oleh rima patah, penggunaan tanda seru, serta penggunaan majas sarkasme.

Suasana
            Suasana pada puisi ini yaitu:
a.    Miris, pada larik
Kita kurang pendidikan resmi
Karena tidak diajarkan berpolitik
Karena tidak diajarkan kebatinanatau ilmu jiwa
Karena tidak diajarkan filsafat atau logika
b.    Resah, pada larik
            Apakah kita tidak dimaksud
            untuk mengerti itu semua ?
            Apakah kita hanya dipersiapkan
            untuk menjadi alat saja ? 
c.     Marah, pada larik
            Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa ?
            Kita hanya menjadi alat birokrasi !
            Dan birokrasi menjadi berlebihan
            tanpa kegunaan –
            menjadi benalu di dahan. 

8 Comments